Wednesday, January 27, 2010


LYMELIFE - PERJALANAN BERAT MEMENUHI IMPIAN-IMPIAN


Lymelife

Sutradara: Derick Martini

Produser: Martin Scorsese dan Alec Baldwin

Skenario: Derick dan Steven Martini

Bintang: Rory Culkin, Alec Baldwin, Emma Roberts, Jill Hennessy, Kieran Culkin, dan Timothy Hutton.

Sinematografi: Frank Godwin


Lymelife adalah sebuah kisah coming-of-age menawan yang berlatar akhir 1970-an di Long Island, New York. Ketika itu penyakit yang dikenal dengan nama Lyme Disease baru saja mewabah di Amerika Serikat dan masih sangat misterius. Tetapi film ini sama sekali bukan soal Lyme Disease. Wabah ini hanya hadir sebagai latar film ini seperti diucapkan salah satu karakternya, "Isn't it amazing that your whole life can be changed by a bug the size of a pimple on your ass?" kata Charlie Bragg yang kehilangan gairah hidup karena penyakit ini.


Film ini lantas mengikuti 2 keluarga tidak bahagia, The Bartletts dan The Braggs lewat kacamata Scott Bartlett, remaja 15 tahun yang diperankan Rory Culkin. Scott adalah anak cerdas tetapi tidak menonjol. Dia bukan anak kutu buku di sekolah, bukan pula bintang olahraga populer. Dunianya beredar di antara bayang-bayang kekaguman pada Han Solo (Star Wars) – seperti kebanyakan remaja di akhir 1970-an, pictorial di majalah-majalah porno dan cinta terpendam (sejak usia 8 tahun) pada Adrianna Bragg (Emma Roberts dalam peran dewasa pertamanya). Sayang, meski menganggap Scott sebagai pria menarik, Adrianna secara demonstratif selalu mengatakan bahwa ia hanya berkencan dengan pria yang lebih tua.


Dampak penyakit misterius yang diidap Charlie memberi kedua keluarga ini isu masing-masing. Charlie Bragg (Timothy Hutton) otomatis menjadi pria invalid setelah terhinggap penyakit ini. Dia tidak bekerja dan menghabiskan waktu dengan menghisap ganja di basement dan berburu rusa sambil kebingungan memahami apa yang tengah terjadi pada dirinya. Istrinya Melissa (Cynthia Nixon) harus bekerja pada Mickey Bartlett (Alec Baldwin) untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di sisi lain, Mickey juga bermasalah dengan istrinya Brenda (Jill Hennessy) yang selalu tidak bisa menerima sikap egois dan flamboyan Mickey. Mickey dan Melissa pun segera saja terlibat dalam perselingkuhan yang semakin terbuka.


Hal ini sangat mempengaruhi anak-anak mereka. Adriana dan Scott mengetahuinya. Adriana bersikap sinis, sementara Scott merasa dikhianati ayahnya. Konflik meletus ketika kakak Scott, Jimmy (Kieran Culkin) kembali ke rumah dari pendidikan militernya dan menemukan bahwa ayahnya telah berselingkuh dengan Melissa. Kemarahan Jimmy menguak luka-luka di dalam keluarga ini. Kelakuan mata keranjang Mickey dan perilaku aneh Brenda yang ternyata menghantuinya sejak kecil. Jimmy akhirnya memutuskan untuk menyingkir dari rumah. Sementara Scott yang masih terlalu muda menjadi korban yang paling hancur karena hal ini. Sejak awal, Scott sangat bergantung dan membangun rasa percaya dirinya pada citranya akan figur Jimmy. The worst part about this, for Scott, terutama karena Melissa adalah ibu Adrianna yang dicintainya. Masih tersisa sedikit rasa manis di film ini yang menjauhkan citra kegelapan. Film ini adalah tentang karakter-karakter yang membangun hidupnya dengan harapan-harapan dan impian-impian. Mereka tertatih-tatih berusaha untuk mengejar impiannya, meskipun berat dan terluka.


Duet Culkin Brothers menjadi daya jual utama film ini. Rory Culkin yang memegang peran besar berhasil melakoninya dengan sangat baik. Dia sukses menampilkan kemarahan bocah remaja, juga kebingungan dan kerapuhannya. Emma Roberts mengimbanginya dengan sangat apik dengan kenakalan dan kegenitan yang cerdas. Alec Baldwin juga sangat sukses dengan perannya. Seolah-olah dia kembali ke karakter aslinya sebelum banting stir menjadi komedian 3 tahun terakhir ini. Sementara Cynthia Nixon dan Jill Hennessy justru bertransformasi menjadi karakter yang berbeda total. Setelah Sex and The City, siapa yang membayangkan Cynthia Nixon berperan sebagai bimbo, dan ternyata dia sangat berhasil dalam hal ini. Timothy Hutton adalah yang paling cemerlang. I give him credit for investing the character with a full dose of creepiness.


Sebenarnya tidak ada elemen-elemen baru yang luar biasa menonjol dalam film ini. Pada akhirnya film ini jadi semacam feel-good movie yang sedikit mencerahkan. Yang membuat film ini lepas dari stereotip film indie adalah akting yang hebat dan skenario yang cerdas. Skenario yang ditulis Derick Martini dan Steven Martini memberi ruang bagi para aktor untung menghuni perannya masing-masing dengan nyaman. Ada kekuatan naratif juga pada film ini yang berhasil mengeliminasi material yang terkesan klise. Meskipun ending-nya agak terasa gagap, namun tetap membuat saya kagum pada film ini.


Tuesday, January 19, 2010



AT THE END OF DAYBREAK

Dilema Cinta Terlarang di Negeri Jiran




At the End of Daybreak (Sham Moh) adalah salah satu dari sedikit film Malaysia yang berani mengajak dunia memperbincangkan tabu. Mengajak kita membincangkan dengan jujur tentang dorongan-dorongan yang salah, lantas tentang rangkaian keputusan dan tindakan yang menciptakan belitan masalah yang kian lama sulit diurai.

Dalam film besutan Ho Yuhang ini, kita diperkenalkan pada Tuck Chai, seorang pemuda 23 tahun yang berhubungan asmara dengan Ying, seorang gadis sekolahan yang masih di bawah umur. Bermula dari chatroom di Internet, hubungan terlarang ini awalnya berjalan mulus, sampai ketika teman-teman sekolah Ying ikut terlibat dan mengambil tindakan.

Dunia dua keluarga mulai goyah, terutama bagi Tuck Chai dan ibunya.

Tuck cai diperankan salahsatu bintang multibakat Hong Kong Chui Tien You, tinggal bersama ibunya (aktris kawakan Hui Ying Hung) yang terus tertekan setelah pengkhianatan suaminya. Namun di balik kesedihannya, ia rela melakukan apapun demi sang buah hati. Ketika orang tua Ying menyatakan akan melaporkan Tuck Chai ke polisi, sang ibu memohon agar persoalan mereka diselesaikan di luar pengadilan, dengan uang kompensasi yang harus ia pinjam dari mantan suaminya.

Setelah menerima uang, orang tua Ying memutuskan tetap melapor ke polisi. Batasan-batasan baik dan buruk, benar dan salah, menjadi kabur. Ying - diperankan bintang TV Asia Tenggara Ng Meng Hui – ingin menemui Tuck Chai untuk terakhir kalinya, ketika hubungan lelaki itu dengan ibunya sedang genting.

Dalam waktu singkat, akibat cinta buta dan keserakahan hidup beberapa orang bukan lagi dipertaruhkan, melainkan terus terperosok ke dalam kehancuran.

Film ini menggandeng nama-nama terbaik dari sinema Malaysia yang sedang tumbuh, termasuk produser Lorna Tee, sinematografer Teoh Gay Hian dan musisi Pete Teo, At the End of Daybreak adalah salah satu persembahan kultural Malaysia yang perlu kita nikmati. Semoga diputar lagi selain di JIFFEST 2009.

TECHNICAL SPECIFICATIONS

Running Time 94 minutes

Gauge 35mm 1:1.85 Color

Sound Dolby 5.1

Language Cantonese/Mandarin

Year of Production 2009

Country of Production Malaysia/ South Korea