Friday, August 04, 2006

Jualan Transformasi a la Ratu Kembang Api

Tak ada yang meragukan eksistensi Syaharani sebagai fenomena musikal. Sulit tidak jatuh cinta pada suara berat 2,5 oktafnya yang khas dan diolah sangat indah. Syaharani mencuat lewat beberapa kolaborasi musisi Jazz lokal medio 1990-an. Kehadirannya diperhitungkan setelah jadi guest star konser Al Jarreau di Indonesia tahun 2000. Empat album solo ditelurkannya. Album terbaru, Buat Kamu, tampil dengan label Syaharani and The Queenfireworks dan didukung musisi andal seperti Ahmad “Didit” Fareed, Donni Suhendra dan lainnya. Entah kenapa Syaharani memilih kembang api jadi personifikasi jatidiri.

Kendati dikenal sebagai penyanyi Jazz, Syaharani berusaha memoles karakter musikalnya dengan pengaruh musik lain yang disebutnya sebagai crossover. Hasilnya jazz yang menerabas batas dan “Syaharani banget”.

Mengamati empat album solonya, hobi bereksperimen tampak menonjol. Setelah menghadirkan interpretasi lagu hits Jazz mainstream di album Tersiksa Lagi a.k.a. Love (2000), di album Magma (2002), Syaharani bertualang dengan warna triphop/psydhedelic. Dalam Syaharani-Syaharani (2004), dia memaksimalisasi eksplorasi natural Jazz talent-nya. Album keempatnya menampilkan komposisi yang light dan cheerful, eksotis, tanpa beban dan tidak njelimet. Mengingatkan kita pada Tania Maria, Basia atau Sade Adu. Discography yang menampilkan transformasi tanpa henti dari bakat si kembang api ini.

Namun sisi advertising dan promosinya tampak tak secemerlang bakatnya. Meskipun tidak jeblok, penjualannya juga tidak menghasilkan greget luar biasa. Padahal jelas bukan karena kurang bakat. Tampaknya Syaharani masih terjebak dalam stigma pemasaran Jazz yang sempat lekat hingga era 1990-an. Ketika itu banyak yang menyangka Jazz adalah ceruk pemasaran yang sempit. Padahal, sekarang kita lihat Jazz ternyata memiliki lapisan penggemar cukup luas dengan daya beli tinggi. Simaklah Jakarta International Jazz Festival setiap tahun yang banjir pengunjung dan meraup untung tak sedikit.

Ujung-ujungnya promosi, begitulah pekerja industri musik menyebutnya. Semua menuntut campaign strategy yang solid. Promosi cara lama memang banyak makan biaya, maka harus diakali dengan upaya lebih untuk mengeksplorasi kemungkinan through the line campaign. Upaya ini dibuktikan keampuhannya oleh indie rock bands seperti PAS Band, The Brandals, Seringai dan The Upstairs yang menjual album lewat distro dan pensi. Tapi segmennya kan berbeda? Tentu, makanya dibutuhkan upaya lebih. Lebih berpikir dan bernegosiasi. Dengan bakat besar begini, tentu kita tak ingin Ratu Kembang Api ini hanya berpendar sebentar lantas padam.

Syaharani and The Queenfireworks, Buat Kamu (2006) RPM E-Motion Prod. Rp. 50.000,-
12 tracks. Bisa didapatkan di toko CD reguler, detikcom atau show-show Syaharani.
Summer Blockuster VS. Local Next Generation

Bulan Juli 2006, summer blockbuster masih menghantam layar perak kita. Setelah sempat tertunda beberapa waktu, Lucky Number Slevin akan tayang Juli ini. Thriller besutan Paul McGuigan ini menawarkan cara bertutur yang unik, permainan peran yang keren dan plot twist penuh kejutan. Sekilas gayanya tampak seperti film-film karya Quentin Tarrantino. Sayang sekali jika dilewatkan.

Sebuah film penting lagi yang patut dicatat jadwal tayangnya adalah Pirates of Carribean: Dead Man’s Chest. Film ini masih menggunakan the winning formula-nya yaitu sutradara Gore Verbinsky dan trio aktor Johnny Depp, Keira Knightley, Orlando Bloom. Kali ini mereka harus menghadapi Davy Jones and the Flying Dutchman. Davy Jones diperankan aktor gaek Bill Nighy. Akankah film ini memberikan nominasi Oscar ketiga untuk Johnny Depp? Makanya harus kita saksikan bersama-sama.

Dari khazanah film nasional, bulan ini Art Cinema TIM menampilkan karya 3 sutradara muda. Impian Kemarau karya Ravi L. Bharwanie ini menceritakan romantika sebuah desa di musim kemarau. Film ini penting ditonton karena sebelumnya sukses didapuk sebagai Best Film untuk kategori Asian New Talent Award dalam The 8th Shanghai International Film Festival Juni 2005 lalu. Cocok sekali ditonton di pertengahan summer seperti kali ini bukan?

100% Sari dibesut Cassandra Massardi serta dibintangi Oky, Tipi Jabrik dan Sujiwo Tejo. Drama serius dengan dialog yang humoris namun cerdas ini berlatar budaya Bali masa kini. Tapi tak usah berharap menonton bule-bule menentang RUU PP di Pantai Kuta atau Sanur. Kisahnya sendiri tentang perubahan dalam kehidupan rutin gadis Bali bernama Wayan Sari, setelah dia bertemu seorang DJ terkenal. Cassandra dengan cerdas menampilkan pergeseran-pergeseran kultural di Pulau Dewata tersebut dari kacamata si gadis dan orang-orang di sekitarnya.

Terakhir, Paris Dreams karya Dhani Agustinus. Film Dokumenter Indonesia ber-setting kota Paris ini mengisahkan pengalaman pahit seorang waria Indonesia di negeri orang. Sebagai pensiunan Waria Tuna Susila di jalanan kota Paris, kini Wulandari berharap bisa hidup normal dengan menjadi istri seorang Tunisia. Tapi ternyata itupun bukan jalan yang mudah.

Banyak pilihan bagus untuk ditonton bulan ini. Jadi mari nonton bersama!

Dimuat di Ad-Diction #04